Sekarang
zaman dimana-mana macet. Macet sudah menjadi bagian dari hidup. Bahkan mungkin
macet adalah salah satu gaya hidup. Gaya hidup dari kalangan atas sampai
kalangan paling bawah. Macet di dalam mobil mewah dan macet di dalam angkot
penuh bau keringat. Intinya sama, macet. Hanya saja, macet di dalam mobil mewah
masih bisa mendengarkan lagu, baca buku, maen game, dengan tenang dan sejuk. Macet
di angkot, ya sama, bisa baca (doa), mendengarkan keluh kesah, dan maen game
tebak siapa keringatnya paling bau.
Moda
transportasi darat semisal bus, mobil, dan truk, yang semuanya bisa mengangkut
manusia hanya menyebabkan macet. Perpanjangan jalan untuk mengurai kemacetan
hanya menguntungkan pihak pabrikan otomotif, dalam hal ini Jepang. Semakin panjang
jalan, semakin banyak pula keuntungan yang diperoleh oleh Jepang. Industri otomotif
kita belum bisa bersaing, semisal bersaing pun orang masih percaya produk luar
negeri. Iklannya yang mantab, marketing yang handal, dibantu program pemerintah
yang bisa dibilang mengakomodir industri otomitif luar negeri berjaya.
Tengok
saja Esemka yang heboh, Evina, Fin Komodo, GEA, dan masih banyak lainnya. Jarang
kan kita lihat mereka berbaris di kemacetan. Bukan karena mereka mobil anti
macet, tapi mobil dalam negeri (baca:kalah bersaing dan kurang dicintai).
Namun,
tengoklah kereta api, gerbongnya panjang, kuat dan kokoh, dan di dalam negeri
ada perusahaan pembuatnya, PT. INKA. Kereta bisa mengangkut manusia lebih
banyak dari bus. Bisa untuk jarak sangat jauh, jauh, menengah, dan jarak dekat.
Ada kereta Surabaya – Jakarta, Jakarta – Jogja, Jakarta – Jakarta. Bila setiap
kota memeiliki angkutan kereta api yang terpadu, niscaya macet bisa ditangani,
dengan syarat, masyarakat suka dan cinta angkutan massal.
Very informative, keep posting such good articles, it really helps to know about things.
ReplyDelete