Ada sebuah surat atau note yang nangkring di facebook pada group PD I Kepabeanan dan Cukai Angkatan XVII. Ditulis oleh Heri Prabowo, alumnus STAN. Dia menulis sebuah surat yang ditujukan untuk gayus, yang notabene adalah adik kelas mas Heri Prabowo si penulis.
Saya juga lulusan STAN dan saya bangga mengatakan saya adalah lulusan STAN (insya allah lulus tahun ini) karena STAN menurut saya adalah sekolah tinggi yang sangat diharapkan oleh kebanyakan orang indonesia dan kaum marjinal termasuk saya walaupun terkotori oleh lumpur tambunan namun saya yakin lumpur itu akan dibersihkan oleh generasi selanjutnya dan kembali bersih dan bersinar kembali. amiiinn.....
Jika anda ingin tahu betapa disiplin dan ketatnya persaingan belajar di STAN, Anda bisa melihat sekian ribu pendaftar USM yang berminat. Sistem DO adalah harga mati untuk mahasiswa yang tidak berpotensi dalam hal akademik tentunya.
Oke mari langsung simak pesan mas Heri Prabowo untuk Gayus Tambunan.
UNTUK ADIK KELASKU,
GAYUS
Oleh HERI PRABOWO
(Alumnus STAN 1996, penulis buku Catatan Harian Seorang Mafia Pajak)
Ada anekdot yang
beredar saat reuni akbar Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN-Prodip) pada
Oktober 2010. Yakni, anekdot tentang pemberian award untuk sejumlah alumnus
dengan berbagai kategori. Kategori tersukses jatuh kepada Hadi Purnomo,
Ketua BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Kategori karir tercepat diperuntukkan
Haryono Umar, wakil ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kategori
terkontroversial jatuh kepada M. Misbakhun, anggota DPR, inisiator hak
angket Bank Century yang akhirnya jadi tersangka kasus yang sama. Sedangkan
kategori terpopuler dipegang Gayus Tambunan. Dia menyingkarkan Helmi Yahya yang
jadi selebriti top. Gayus bahkan lebih populer daripada bosnya, M. Tjiptardjo,
Dirjen Pajak yang juga alumnus STAN. Memiliki sejumlah kesamaan dengan tokoh
populer ternyata cukup menggelitik hati saya. Ada beberapa kesamaan saya dengan
Gayus. Sama-sama alumnus STAN-Prodip yang lantas terjerembap mafia pajak dan berujung
menghadapi proses hukum.
Di usia yang sama,
30 tahun. Usia yang seharusnya kita mulai untuk menapak puncak karir, tapi
justru kami terperosok dalam. Saya tidak seberuntung Gayus, yang masih kaya
walau hartanya Rp 100 miliar disita. Tapi Gayus juga tidak seberuntung saya.
Dia bersusah payah merintis karir di luar Jawa, sedangkan saya sejak awal
ditempatkan di kota besar (Surabaya). Muda, berduit dan berkuasa. Itulah
gambaran untuk kami, para mafia pajak. Meski
hanya pegawai rendahan, toh kami berperan besar atas urusan pajak sejumlah
perusahaan. Sebab, kami punya lobi. Bisa dibayangkan betapa kami sering
memandang kecil sebuah masalah. Sembrono dan ugal-ugalan. Bahkan saat kami
telah ditahan, saya ikut mencicipi fasilitas lebih di tahanan. Walau tidak
seekslusif Tante Ayin (Artalyta Suryani) dan kawan kawan, fasilitas itu juga
dinikmati pejabat tinggi, politisi, dan orang-orang kaya yang ditahan disana.
Saya berbangga. Saya bisa selevel dengan mereka. Kebanggaan yang semu di tengah
hujan cercaan. Tidak heran Gayus dengan enteng keluar masuk rutan. Toh, tahanan
lain yang jabatannya jauh di atasnya melakukan hal serupa. Saya yakin bahwa
Gayus pun bangga melakukannya. Padahal, dia bukan mereka. Uang boleh sama, tapi
mereka cerdik, berpengalaman dan punya network luas. Gayus boleh bernyanyi,
tapi mereka sekejap tiarap, lalu tertawa lagi. Dengan latar belakang kurang
beruntung secara ekonomi dan broken home, Gayus telah berjuang untuk menjadi
bernilai lebih.
Tidak mudah bisa
duduk jadi mahasiswa STAN. Tidak mudah juga bisa lulus. Sebab, berlaku sistem
DO (dropout) yang ketat. Kampus dipenuhi mahasiswa dari golongan menengah ke
bawah. Kebanyakan di antara mereka berasal dari desa-desa. Kesederhanaan selalu
tampak. Jangan heran jika ada seorang asisten dosen berangkat ke kampus dengan
naik sepeda mini yang juga cocok untuk anaknya. Kampus juga menjunjung tinggi
nilai-nilai kejujuran dan religiusitas. Masjid-masjid tidak hanya dipenuhi
mahasiswa sejak azan Subuh berkumandang. Tempat itu juga dimakmurkan oleh berbagai
kegiatan agama. Mulai mengajar TPA (taman pendidikan Alquran) hingga
diskusi keagamaan, semuanya dimotori mahasiswa STAN. Lalu kenapa saya dan Gayus
bisa lahir? Lalu, mengapa kami bisa jadi pecinta kemewahan? Pengaruh dimulai
saat bertemu dengan para senior yang telah bekerja. Bertemu dengan rekan kerja
dan atasan saat bekerja. Dengan gambling, mereka gambarkan tempat basah dan
tempat kering. Dengan nyata, mereka jadi orang kaya baru. Semua terjadi begitu
terbuka dan aman-aman saja. Hanya segelintir yang bisa bertahan dengan
idealisme masing-masing. Sisanya lagi miskin karena tidak memperoleh
kesempatan.
Saat lulus STAN
pada tahun 2000,
Gayus berjibaku di lahan kering Kalimantan. Setiap mudik ke Jakarta, dia dan
rekan-rekan lain ngiler kala melihat teman-teman seangkatannya begitu makmur.
Membeli mobil seperti membeli gorengan. Jakarta adalah surga para mafia pajak.
Perusahaan besar walau berkantor di daerah harus melaporkan pajak ke Jakarta.
Besarnya putaran uang berbanding lurus dengan gemuknya gurita korupsi. Maka,
saat bertugas di Jakarta, Gayus tidak menyia-nyiakan kesempatan. Gayus
hanya mencontoh apa yang dilihat sehari-hari di kantornya. Dia beruntung.
Puluhan miliar rupiah dia kumpulkan dalam sekejap. Keserakahan yang ada dalam
diri manusia pada umumnya, tapi tidak manusiawi. Gayus pasti juga mendengar
gosip yang pernah saya dengar. Yakni, sejumlah pejabat pajak pernah diperiksa
karena menerima aliran dana tidak wajar di rekening dan umumnya mereka
aman-aman saja. Maka, wajar Gayus percaya diri. Tapi, takdir bicara lain. Dia
diadili lagi dengan tumpukan dakwaan, Seakan hanya dialah mafia pajak di negeri
ini. Pada masa genderang perang melawan korupsi ditabuh siapa pun, termasuk
para mafia hukum dan koruptor, wajar tekanan media menghantam. Wajar
olok-olok sarkastis menghajar bukan hanya kami, tapi juga keluarga. Bahkan,
anak-anak yang masih suci. Stres sehingga berujung linangan air mata.
Kejengkelan muncul saat para bos, mafia-mafia besar justru nyaris tidak
tersentuh hukum. Gayus lantas bermanuver, bernyanyi. Banyak pihak ikut menabuh
gendang untuk menggiringnya.
Banyak pihak ikut
bising mendengarnya. Saat nyanyian tidak lagi merdu, Gayus bagai pion yang
digerakkan untuk menjepit raja para lawan. Gerakan pion hanyalah bagian kecil
dari manuver untuk langkah utama, skakmat! Orang tidak peduli jika pion
akhirnya tersungkur dari papan catur. Gayus, adik kelasku! Hadapilah
sidang dengan hati baja. Ketakutan adalah hal wajar. Maka, berjalanlah hingga
ujung papan catur. Ubah dirimu. Berhentilah jadi pion. Walaupun, tidak mungkin
jadi raja. Bahkan, keadilan mungkin tidak berpihak kepadamu. Mungkin para raja,
menteri dan lainnya melenggang dengan tidak tersentuh hukum. Biarlah Tuhan yang
menghukum mereka. Kelak ada hikmah dari semua masalah itu. Apa yang terjadi
kepadamu bukanlah cobaan Tuhan. Sebab,
itu berawal dari kesalahan kita. Meskipun kini engkau merasa menjadi kambing
hitam. Jika saya boleh memberikan nasihat, ceritakanlah kepada dunia
setelanjang mungkin. Mengapa terjerembap dalam mafia pajak. Bagaimana caranya,
metodenya, siapa saja teman-temannya. Dengan demikian, hal tersebut jadi bahan
pembelajaran bagi aparat hukum, adik-adik kelas kita sealmamater, serta
pegawai-pegawai pajak yang baru berkarir. Adakal nya
kita terpeleset karena kebegoan kita. Tapi, juga selalu ada kesempatan untuk
kembali bangkit. [end]
yang berminat bisa pesan disini.
semoga mas Heri diberi kesabaran dan ketabahan untuk kembali ke jalan yang lurus. amiin. :)
catatan yg unik hehee
ReplyDeleteandai ku gayus tambunan,love,peace and gaul.
ReplyDeletekayak mbak SCB....
ReplyDelete:P
setiap pekerjaan amalnya tergantung dari niat, niat gayus jadi petugas pajak apa?
ReplyDeletekalau niatnya sudah salah yah begitulah
Indonesia miris...... sedih kalau gini terus, banyak koruptor *apaan ya?* haha
ReplyDeletesmoga anda tdk seperti gayus sob,,sy dukung ,,apa yg kamu harapkan ttg aparat pajak yg bersih..
ReplyDeleteIya ya, saya dengar dari teman saya juga begitu, katanya kalo IP kurang dari batas yang diharapkan, langsung DO... keras sekali persaingan di sana.. :(
ReplyDeleteMikirin gayus ntar malah pusing. Hehe
ReplyDeleteMikirin gayus ntar malah pusing. Hehe
ReplyDeletewah mas sarya pengen jadi gayus ni rupanya...
ReplyDelete:)
mas r10, jangan langsung menuduh niat gayus,,coba baca dulu buku catatan harian seorang mafia pajak dulu baru anda akan mengerti mengapa mereka menjadi korupstor...?? dan siapakah yg mengajarinya..?? apakah gayus hany seorang diri atau yang lainnya.....
emang ironis kok mas reza...
:)
terimakasih mas kahfi...semoga saya terhindar dari hal-hal yg buruk itu....doaka saya.. :)
ReplyDeletesaya gak mikirin gayus kok mbak tarry.... saya mikirin ibu saya kok...
:)
iya mas asop,,gak ada basa-basi.....
:)
jadi ingat jaman smea dulu, teman2 berlomba masuk akuntansi dan berharap melanjutkan ke stan, tapi entah mengapa saya yang nilai matematikanya waktu itu bisa diandalkan untuk masuk akuntansi lebih memilih manajemen. orang ribut stan pun saya menertawakan, dan sampai sekarang saya tak pernah berandai-andai berada di sekolah tinggi satu itu. mungkin karena saya orang merdeka
ReplyDeletebagus kali catatannya.. saya hanya mengerti dengan catatan ini saja, selebihnya saya sama sekali tutup mata dengan mafia pajak dan embel2nya, gk ngerti soalnya..
ReplyDeletesaya bantu do'a aja Has, semoga tahun ini bisa lulus dari STAN.. :)
hmmm, politik politik.. saya baru tau ada catatan ini..
ReplyDeletesemua ada jalannya lho mas Vip....
ReplyDelete:)
iya mas djangan pakies...
semoga allah selalu melidungi saya...
:)
amin bak dhenok...
ReplyDeletemakasih doanya...
:)
mbak meutia bisa baca jg kok....
harga bukunya cm 33ribu...
beli nline bisa ...
:)
Wow...! Luar biasa... tulisan yang "blokosuto", tapi saya yakin, yang ditangkap hanyalah kelas teri. Kakap dan paus-nya masih bebeas beraksi di mana-mana...!
ReplyDeletesepertinya begitu cah ndeso.....
ReplyDeleteseperti ygsaya tangkap di dalam bukunya itu...
:)
wuah saya baru tau kalo persaingan di stan luar biasa ketat.... berarti kamu IP nya di atas 3 mulu dong.. wuah wuah wuah.... :D
ReplyDeletekalo saya karena cm 1 tahun IP ya di atas 3 donk...
ReplyDeletetp kalo grafik IP menurun sih....
gara-garanya cepat berpuas diri....
:p
aku juga udah baca tuh mas bukunya hehehe
ReplyDeleteceritanya bikin greget
heem....
ReplyDelete:)