Friday 7 January 2011

Sri Mulyani Ungkapkan 'MAFIA Kekuasaan' yang Pengaruhi Kebijakan Ekonomi Negara Selama ini

 
Rabu, 19 Mei '10 10:27

JAKARTA--MI: Perkimpoian kepentingan atau yang disebut Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai perkawinan politik telah mengusirnya karena dia tidak mau melayani keinginan untuk membuat situasi politik stabil.
"Tentunya ini suatu kalkulasi bahwa sumbangan saya atau apapun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki didalam suatu sistem politik," aku Ani--sapaan akrab Sri Mulyani--saat Kuliah Umum PPD UI di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (18/5) malam.
Dia juga secara berterus terang mengatakan bahwa perkawinan kepentingan di Indonesia yang dia sebut ternyata sangat dominan dan nyata. "Dimana perkawinan  kepentingan  itu begitu sangat dominan dan nyata, bahkan ada yang mengatakan itu kartel. Tapi saya lebih suka menggunakan kata kawin walaupun jenis kelaminnya sama," imbuh Ani yang segera menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia per Juni nanti.
Dalam kesempatan yang sama, dia juga mengungkapkan buruknya kompromi kepentingan yang terjadi di Indonesia. Dia mengungkapkan dengan terbuka, perbedaan antara birokrat dari negara maju dan dari Indonesia. Pihak yang menghadiri rapat untuk membentuk kebijakan yang berimplikasi kepada anggaran, yang ikut duduk adalah pihak yang mendapatkan keuntungan dalam kebijakan tersebut.
Menkeu menyesalkan bahwa orang-orang tersebut sama sekali tidak merasa risih. "Kue (pembagian anggaran) dibagi untuk siapa itu kepentingan sekunder," imbuh dia.
Konflik kepentingan tersebut dia anggap sebagai sesuatu kepalsuan yang wajar di Indonesia. Dia menyontohkan bahwa masih ada pengusaha yang mengaku telah meninggalkan dunia usahanya dan menjabat sebagai pejabat publik. Namun ternyata, saudara-saudara mereka masih melakukan praktik usaha.
"Dengan tenangnya (mereka) membagi kebijakan. Bahkan yang membuat terpana atau bengong, bahwa ada kebijakan dibuat dan keputusan itu ternyata yang mengimpor adalah perusahaannya sendiri," ungkap Sri Mulyani.
Menurut dia, hal-hal seperti itu hanya prinsip Orde Baru yang dibawa di masa sekarang. "Itu Orde Baru. Hanya dibuat mengkooptasi keputusan mereka. Kelihatan demokrasi tapi dalam dirinya kepentingan dibawa," imbuh dia.
Konflik kepentingan itu, lanjut dia, telah dimulai dari pemilihan seseorang untuk menjadi pemimpin di Indonesia. Dia mengungkapkan, ongkos untuk membuat seseorang dipilih untuk menjadi pemimpin di Indonesia sangat besar.
"Di tingkat daerah saja tidak mungkin dipenuhi dengan gajinya. Apalagi untuk menjadi presiden. Itu lebih besar lagi. Saya sampai bengong melihat angka yang sebesar itu di-handle oleh seorang saja," ungkap Sri Mulyani.
Salah satu solusi untuk menutupi biaya tersebut, lanjutnya, adalah dengan menjualbelikan kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintahan tersebut. "Dan itu adalah suatu bentuk hasil kolaborasi. Pertanyaan kita semua adalah dengan kebijakan yang mahal pasti akan dibalikkan kepada uang yang dikeluarkan pada saat pemilihannya," kata dia.
Dia menyebut hal tersebut adalah kekuatan hulu yang didapatkan dengan mahal. Dia mengaku, pada saat dipilih menjadi Menteri Keuangan, tidak ada tempat kosong dari kepentingan kelompok. "Hasilnya adalah perkimpoian, siapa yang akan mendapat kepentingan itu," cetus dia.
Di sisi lain, Sri Mulyani juga mengaku, selama menjadi Menteri, dia miskin apresiasi. Pasalnya, saat itu dia berjanji untuk tidak berbuat korupsi, tetapi lingkungannya memaksa untuk berbuat korupsi. "(Sebenarnya) Anda bisa, Anda mampu, atau bahkan meng-abuse-nya oleh sekelompok yang mengingin itu terjadi, tapi pada saat yang sama Anda tidak mau. Dan pada saat yang sama Anda tidak pernah diapresiasi," ujar Sri Mulyani sambil menyeka sapu tangan ke matanya.
Selama lima tahun menjabat sebagai Menteri Keuangan, dia merasa semua orang memusuhinya. "Lima tahun, saya berpikir everybody is your enemy. Yang tidak sejalan dengan kita akan jengkel karena tidak bisa diajak enak-enak-an, di sisi lain saya sudah masuk dalam sistem. Itu tidak mudah," kata dia.
Dalam kuliah tersebut, Sri juga menegaskan bahwa kepergiannya menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia adalah suatu kemenangan. "Kemenangan dan keberhasilan didefinisikan bahwa saya tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak di sini," tegas dia disambut dengan gemuruh tepuk tangan peserta kuliah umum tersebut.
Dalam kuliah yang diadakan di Balroom hotel Ritz Carlton, Pacific Place tersebut dihadiri oleh beberapa orang terdekatnya. Antara lain adalah Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Darmin Nasution, Ketua Bapepam Fuad Rachmany, Wimar Witoelar, Marsilam Simanjuntak, dan putra keduanya, Adwin.
[SUMBER]
Sri Harus Bersyukur Tak Dijadikan Kambing Congek (Tanggapan GOLKAR)
Pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang merasa dipojokkan oleh kondisi politik dianggap merupakan ekspresi kegusaran. Sri Mulyani harusnya bersyukur 'didaratkan' dengan mulus dan tak dijadikan kambing congek.
"Sesungguhnya politik di Indonesia itu sangat-sangat soft. Bu Sri Mulyani harusnya bersyukur diberi soft landing dan tidak dalam posisi tidak dijadikan kambing congek," ujar Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso.
Hal itu disampaikan Priyo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/5/2010). Priyo menambahkan, pernyataan Sri Mulyani itu menunjukkan dirinya gugup dan gusar berlebihan.
"Doktor Sri harusnya jangan terlalu gugup menerima realita politik. Kalau dia melihat politik Indonesia tidak beretika itu penilaian sepihak. Dan itu hanya ekspresi kegusaran Doktor Sri yang agak berlebihan," tukas Priyo.
Menurutnya, sah-sah saja Sri Mulyani mengeluarkan uneg-uneg yang menunjukkan dirinya tidak nyaman dengan kondisi politik di negeri ini.
"Kalau Doktor Sri merasa menang, Golkar tidak melihat menang atau kalah. Ini proses demokrasi, harap Doktor Sri Mulyani memaklumi proses seperti ini adalah hal yang wajar dalam fatsun demokrasi," jelas Priyo.
Priyo tetap menghormati pilihan Sri Mulyani yang bergabung ke Bank Dunia. "Saya saja menghormati pilihan beliau yang memilih gaji lebih besar di Bank Dunia ketimbang di Tanah Air yang mungkin beliau sudah tidak nyaman," ujar Wakil Ketua DPR ini. "Saya mengapresiasi kepintaran Doktor Sri tapi di sisi lain inilah realitas politik," imbuhnya.
[sumber]
------------
Makanya, ada yang bilang, singkatan NKRI itu sebenarnya adalah "Negara Kerajaan 'Raja-raja' Indonesia". Setiap Raja-raja itu ikut bermain dalam sistem politik kekuasaan yang ada, lalu saling membagi-bagi kue kekayaan ekonomi dan sumber daya alam di negeri ini sesuai tingkatan kekuasaan si raja yang dalam sistem politik kekuasaan itu. Ada Raja partai A, ada Raja partai B, ada Raja Bisnis A, ada Raja bisnis B, ada Raja jenderal A, ada Raja jenderal B, ada Raja di provinsi A, ada raja di provinsi B, ada Raja di kabupaten A, ada raja di kabupaten B, ada Raja di BUMN A, ada Raja di BUMN B, dan seterusnya. Masing-masing memiliki kapling-kapling ekonominya sendiri-sendiri untuk menunjang kehidupan kelompok dan golongannya masing-masing .... rakyat hanya jadi penonton selamanya ... alamakkkk ...
Tanggapan balik GOLKAR yang begitu sinisnya, bisa-bisa akan membangkitkan kembali  sentimen kebencian lama terhadap parpol warisan ORBA itu. Maka jangan salahkan kalau sebentar lagi akan ada gerakan 'Bubarkan GOLKAR' ..
http://politikana.com/baca/2010/05/19/sri-mulyani-ungkapkan-mafia-kekuasaan-yang-pengaruhi-kebijakan-ekonomi-negara-selama-ini.html

No comments:

Post a Comment

silahkan berkomentar, tidak dipungut biaya..! apabila ada kata yang salah dalam hal deskripsi apa pun tentang isi dari postingan zonesa.blogspot.com, mohon kritik dan sarannya agar lebih baik. terimakasih dan salam hangat. Sehangat pelukan pasangan Anda.