SUMBER |
Ini sambungan dari cerita sebelumnya. (lihat disini)
DUA KALI KAMI tertunda berangkat haji.
Pada akhir 2008, kami sudah siap. Namun, Abang mengalami kecelakaan dalam
perjalanan pulang tugas dari Palembang menuju Jambi. Tabungan kami untuk
Ongkos Naik Haji pun akhirnya terpakai untuk biaya mengganti mobil dinas
Livina yang ringsek. Abang tak mau memanfaatkan fasilitas asuransi
kendaraan kantor. Dia memilih bertanggung jawab sendiri. Uang bisa dicari,
mungkin Allah belum berkehendak. Yang penting Abang selamat. Tahun 2009
pun kami lewatkan. Maklum, masih belum cukup biaya
untuk melunasi. Hingga akhirnya, 2010, saya mantap naik haji.
Berapapun biayanya. Apapun kendalanya.
Saya berdoa, “Mudahkan ya Allah,
kami ingin beribadah.”Alhamdulillah, ada jalan walaupun kami harus
memanfaatkan pinjaman kantor saya. Itupun Abang masih ragu, “Bunda, apakah ini
hak kita?” tanya Abang. Padahal, dengan gajinya sekarang, mungkin Abang
bisa saja langsung melunasi ONH. Namun tidak demikian. Abang masih
bersikeras dengan alasannya. Alhamdulillah akhirnya saya dapat memantapkan
hati Abang. Dengan izin-Nya, kami bisa melunasi ONH dari hasil tabungan
gaji pokok PNS, bonus, dan sedikit tambahan pinjaman. November, tiga
bulan sebelum kehilangannya, berangkatlah kami berdua.
Sepertinya Allah sudah menyusun rencana dengan sangat indah. Empat puluh hari
saya bersamanya di tanah suci adalah waktu yang sangat indah dan tak dapat
saya lupakan. Selama kami berumah tangga dari awal menikah, kami belum
bisa kumpul bersama. Saat itulah saya merasakan indahnya kebersamaan yang
tak ingin terpisahkan. Sempurna rasanya sebagai istri yang bisa melayani
dan mengurus suami. Begitupun Abang. Ia menunjukka keceriaan yang tak pernah
saya lihat sebelumnya. Abang adalah tipe orang yang sangat perhatian dan
romantis. Satu kali kami hendak salat dan saya berdiri di samping
belakangnya. “Bunda salatlah di saf (barisan) perempuan.” “Tapi,
Ayah… Bunda sendirian.” kebetulan saat itu suasana padat sekali di Masjidil
Haram. Saya sempat mengelak.
“Berjihadlah, ayah bertanggung jawab mendidik Bunda
dan anak-anak.” Sedih rasanya mendengar jawaban itu. “Bunda harus terbiasa
sendiri,” sambung Abang.
“Kenapa, Yah?”
“Karena kita lahir sendiri. Mati pun sendiri.”
“Jangan bilang gitu yah. Anak-anak masih
kecil.”
“Ada Allah yang menjaga anak-anak,”
Senyumnya membuat hati saya merasa tenang dan yakin. Ternyata ini
pesantren yang Allah berikan lewat ilmu agama yang baik dari Abang. Saya
dapat pengetahuan banyak.Terima kasih ya Rabb, Kau telah memberikan
kesempatan untuk kami dapat beribadah bersama. Sungguh, momen itu tak
mungkin bisa terlupakan. Banyak nikmat yang kami terima sampai kami tiba
ke tanah air dengan selamat. Hadiah terindah dari Tanah Suci, saya positif
hamil.
Beberapa peristiwa merupakan pertanda yang tak saya
sadari. Tanggal 9 Februari 2011, dua pekan sebelum hari celaka itu, kami
nonton teve bareng. Ada berita tentang selebritis yang jadi
politisi kehilangan suaminya –yang juga artis cum anggota Dewan. Sang
istri menangis mengelus-elus nisan suami. “Kalau Bunda seperti itu gimana,
ya Yah? Anak-anak masih kecil…” spontan saya nyeletuk dengan maksud
bercanda.
Entah kenapa rasa humor yang seperti biasanya, hilang
tergantikan dengan tausyiah. “Itu yang tidak boleh,” tuturnya tenang,
“menangis, meratapi di pusara tidak baik. Yang diperlukan orang yang telah
meninggal adalah doa dari yang masih hidup, bukan bunga yang wangi atau nisan
yang indah. Saat Nabi Muhammad ditinggal istri tercinta Khadijah pun beliau
merasakan kehilangan dan hanya berkabung tiga hari. Boleh menangis, asal
jangan meratap.”
“Hidup di dunia hanya sementara, justru
hidup setelahnya yang akan kekal. Perbanyaklah bekal untuk di akhirat.
Tiada daya upaya manusia untuk mencegah bila Allah telah berkehendak
untuk mengambil nyawa manusia. Jangan takut, Allah lebih dekat dari urat
nadi kita. Banyak baca buku tentang agama, yah Bun. Biar tambah banyak
ilmunya.”
Dengan senyuman khas yang menenangkan, Abang tak pernah seperti sedang
mengajari bila ia sedang berbagi ilmu. Abang berujar, “Tolong jaga
anak-anak. Didik agamanya dengan baik. Istikamahlah karena bila agamanya
kuat dan takut kepada Allah, dia bisa menghadapi dunia dengan ilmu. Bukan
dengan harta dan ingat Allah selalu tahu apa yang kita perbuat.”
SEMENJAK PULANG ZIARAH, Abang memperlakukan saya begitu istimewa. Mungkin
karena saya sedang hamil. Saya begitu dimanjanya. Hingga Minggu malam itu
(20/2)… Kehamilan dua anak sebelumnya, Abang tak pernah menuruti keinginan
saya, sekalipun merajuk jika meminta sesuatu. Tapi malam itu… “Kita makan
di luar yuk. Bunda pasti pengen apa deh. Kan lagi hamil muda. Ayo lagi
kepengen apa?” ujarnya setengah memaksa untuk pergi. Akhirnya kami pergi makan
di sebuah resto ikan bakar favoritnya. Karena lama tugas di Makassar,
kuliner ikan wajib sebulan sekali buat kami. Abang memesan menu lebih
banyak dari biasanya. Alasannya, bisa dibungkus untuk sahur.
Alhamdulillah, Senin-Kamis tak pernah terlewatkan untuk puasa sunah. Apa
ini yang disebut pertanda? Hendak berangkat ke resto, kami mendapati ban mobil
kempes. “Bersyukur, Bunda. Kita keluar rumah nih. Ban kempes, kalo
ketahuannya besok pagi, bisa-bisa Ayah kesiangan rapat di Kantor Pusat.
Ayah yang menyiapkan ide, masak terlambat? Gak enak dong.”Lagi lagi dengan
senyumanya.
Tengah malam, Kayyisah panas dan muntah. Rewel sekali.
“Dede (panggilan Kayyisah) pengen tidur sama Ayah aja…. Pengen dipeluk Ayah…
aku sayang Ayah. Ayah gak boleh kerja,” rengeknya. Abang pun membuka baju,
dan memeluk Dede. Dan Alhamdulillah panasnya reda. Dede pun terlelap.
Pukul setengah tiga dini hari, kami bangun salat
tahajud. Biasanya, kami selalu berjamaah. Setelah berdoa, kami berpelukan,
saling meminta maaf. Ritual itu tak pernah absen kami lakukan
sehabis salat. Tapi kali ini Abang minta salat sendirian. “Kita pisah yah.
Ayah mau memperbanyak salat tahajudnya.”
“Kenapa?” pertanyaan itu mestinya saya ungkapkan. Tapi
tertahan di hati saja.
Ikan bakar yang seharusnya jadi menu sahur tak Abang
sentuh. Malah, Abang meminta buah. “Bun, tahu gak buah-buahan itu makanan
di surga. Jadi Ayah cukup sahur dengan apel aja.” Saya tak bertanya, dua
minggu terakhir ini Abang bertausyiah tentang kematian terus. Keanehan
yang lain, Abang menitipkan Dede sama Mbak (pengasuh anak kami) berulang-ulang.
“Tak seperti biasanya, Bapak nyuruh jagain Dede
berulang gitu. Kok kaya mau kemana aja,” ujar Mbak kepada saya. Jam
03.30 pagi. Saya dan Dafi mengantarnya hingga ke pool travel Xtrans di Metro
Trade Center. Keanehan yang lain terjadi lagi. Abang tak mau memandang
saya. Seperti orang yang sangat sedih mau pergi. “Ayah mau salat di mobil
saja. Bun, hati-hati ya. Titip anak-anak,” itu kalimat terakhirnya.
Biasanya Abang minta berhenti di rest area guna salat subuh.
Tepat pukul 04.30. Ring tone hape yang sengaja saya
bedakan berbunyi. Abang menelepon saya. Sayang, tak sempat saya angkat
karena rasa kantuk. Kami begadang karena Dede rewel semalaman. Seandainya
saja saya bisa angkat telepon itu, mungkin saya bisa mendengar suaranya
yang terakhir kali…
Pukul 04:35. Menurut catatan kronologis Jasa Marga,
peristiwa di Tol Cipularang Jalur B Km 100 itu terjadi. Tabrakan karambol
yang melibatkan satu truk, minibus travel, dan sebuah mobil, menewaskan
tiga orang. Semuanya penumpang travel. Abang meninggalkan kami dalam keadaan
puasa. Dan mungkin tengah mendirikan salat subuh. Dalam perjalanan memenuhi
tugas.
Di mata saya, Abang wafat dalam jihad. Wallahualam
–Tuhan yang punya ketentuan.
Allah punya kehendak lain. Allah lebih
mencintai Abang daripada kami. Dia lebih berhak atas Abang daripada kami.
Ajal, jodoh, dan rejeki hanya Allah yang tahu kapan dan di mana.
Takkan pernah ada yang bisa menghalangi atau pun tertukar. Bila Allah
telah berkehendak, tak ada yang mampu menahannya. Allah memberi kesempatan
untuk saya agar lebih dekat dan banyak beribadah lagi. Insyaallah ini
menjadi ladang ibadah.
Menyangkut kejadian ini, jangan ditanya rasa sedih. Yang saya rasakan hingga
saat ini, air mata sepertinya tak bisa kompromi, seakan mendesak keluar,
jika mengingatnya. Namun, saya ingat pesan almarhum. Saya tak boleh larut
dipermainkan pikiran “seandainya-seandainya”. Itu semua sudah
kehendak-Nya. Tak kurang dan tak lebih. Sudah begitu adanya. Hanya doa saya dan
anakanak yang bisa kami berikan untuk kekasih kami… Ismail Najib.
Belakangan saya mengetahui bahwa di
perjalanan, Abang sempat berkirim posting pada sebuah grup teman kerja di Blackberry. Itu
posting terakhirnya.
true story yang menggetarkan semoga beliau mendapatkan tempat yg layak di sisiNYA. Dan bagi keluarga yang dtinggalkan diberikan kekuatan untuk menerimanya dengan sabar dan ikhlas.
ReplyDeleteamiin...
Delete:)
Kisahnya sungguh menggetarkan hati sob. Apalagi saat berada di tanah suci. Banyak tausiyah yang ane dapatkan. Subhanallah. Yang sedih pas tau kalau dia meninggal. Dia meninggalkan istri dan anaknya dalam keadaan berpuasa. Sebelum meninggal, dia sempat sahur dengan hanya makan buah apel. Katanya buah adalah makanan di surga. Semoga itu pertanda kalau abang mati dalam keadaan khusnul khatimah sobat.
ReplyDeleteAjarkan anaknya tentang agama sob. Semoga menjadi anak yang sholeh.
bener tu ms yitno...
Delete:)
mengharukan
ReplyDeleteapalgi d bagian waktu anakny dpeluk sang bapak, haduuuh bikin mewek dahh
suhanallah..
ReplyDeletekisah yang sangat menarik..
menggetarkan jiwa...
so sweet..
ReplyDeletega kuat bacanya gan, terlalu menyentuh.. :')
ReplyDeletekisah yang mengharukan :( sedih tapi bermakna
ReplyDeletekematian memang tidak ada yg bisa menebak
kalo ada yg bisa nebak aku mau ditebakin kok....
Delete:P
ikut berdoa yah
ReplyDeletepagi2 udah mewek :'(
ReplyDeleteSubhanallah...abang sabar banget ^^ *mau punye suami yang sabar*
Ada secercah harap muncul ketika baru baca judul postingan ini; harap itupun kian membesar seusai mengikuti seluruh artikel, lalu kupanjatkan doa: Ya Allah, terimalah almarhum sebagai Mukmin di sisi MU! Dan curahkanlah Ridho-Mu baginya dan keluarga yang ditinggalkan, amin ya Mujibassailin.
ReplyDeleteSalam sahabat, link http://zonesa.blogspot.com/, sudah ane pancang di blog Trenggalek Jelita... bukti persahabatan kita. Thanks
makasih mas cahndeso.....
Delete:P
mengharukan sekali ceritannya :(
ReplyDeletenais posting :D
ReplyDeleteminta yang lebih sedih lagi dong mas!
ReplyDeletemasak sih...??
Deleteemng udah dibaca..??
:P
masak sih...??
ReplyDeleteemng udah dibaca...??
:P