Di Depan Goa Tengkorak |
Malam pun menjelang, Dihas, Aziz (bukan gagap), Herdy,
Hadi, Pak Idrus dan anaknya terlelap setelah kenyang sekali. Bangun jam 4.00,
kami tahujudan bersama dilanjut shalat subuh terus ngobrol-ngobrol. Jam 6.00
kami mandi dan jam 7.00 kami sarapan pagi dengan bubur ayam. Jam 8.00 kami
pulang. Kami diberi bekal berupa fanta, coca cola dan sprit masing-masing 3
kaleng. Ditambah baju promo bertuliskan Total, GT Radial, Michelin. Ini
adalah lanjutan dari edisi ini.
Perjalanan pulang terasa ringan. Jalan yang tadi malam
dilalui terlihat kebusukannya. Memang benar-benar busuk, berlobang sana-sini,
bertambal bahkan beberapa menjadi kolam. Padahal yang lewat adalah alat berat
tambang yang diangkut dengan truk jumbo, ada juga truk yang membawa kontainer,
minyak dan gas. Apakah truk-truk tersebut yang merusaknya..?? kemungkinan besar
iya. Hahahahahaa…
Di Bawah Goa |
Hadi, Pak Idrus, Dihas, Herdy, Aziz (bukan gagap) |
Kami mampir dahulu di goa tengkorak. Goa tengkorak
berada di area sebuah desa. Letaknya di samping tebing dengan pohon beringin
besar menaunginya. Sepertinya goa tengkoral lumayan terawat. Arenya bersih
namun tangga yang terbuat dari semen sudah mengelupas. Menara kayunya masih
kokoh. Di atas menara terletak pintu goanya. Di dalamnya terdapat tengkorak dan
tulang belulang manusia. Asli man.
Memandang jauh ke depan dari atas menara dapat melihat pegunungan yang entah
namanya apa. Tidak ada orang yang dapat memberi tahu. Pak Idrus yang orang
Tanah Grogot pun tidak tahu. Asap tebal menaungi bukit tersebut. Sungai yang
terletak sekitar 100 meter berair jernih sampai bisa melihat dasar sungai.
Padahal sungai di sebelahnya berwarna coklat keruh. Sungguh keajaiban.
Sayangnya sungai tersebut dimanfaatkan untuk mencuci motor dan mencuci baju
serta mandi. Semoga tetap terjaga kelestariannya.
Kami melanjutkan perjalanan dan berhenti di sebuah
waduk buatan yang masih baru dan luas di pinggir jalan. Waduknya memang luas
dan terkesan baru jadi. Di sebelah waduk terdapat sebuah pabrik atau apa yang
menggerus batu kecil-kecil seperti kerikil menjadi halus.
Jalan yang rusak parah membuat kami harus
pandai-pandai mengendarai motor agar tidak terjatuh. Mungkin jalan tersebut
cocok untuk latihan para pembalap. Dihas, Aziz (bukan gagap), dan Herdy
berpisah dengan Hadi, Pak Idrus dan anaknya di pertigaan Tanah Grogot. Kami
sebeum berpisah membeli mie ayam.
Bertiga, Dihas, Aziz (bukan gagap), dan Herdy
melanjutkan perjalanan pulang. Kali ini kami tidak naik perahu kelotok namun
naik ferry atau kapal roro. Cuaca juga sedang hujan dan takut kalau perahu
kelotok terjungkal. Demikianlah petualangan edisi Tanah Grogot.
perasaanmu gimana has waktu ke sana? takut ndak? :P
ReplyDeletekalau foto berlima kaya gtu dah kaya boyband lihatnya,hehehe
ReplyDeletenama goanya serem amat.. kek di sandiwara radio jaman dulu.. :D
ReplyDeleteBtw tanah grogot tuh lokasinya dmn sih?
ndak sih mas....
ReplyDeletega sendirian kok soalnya...
:)
iya mas andy...
:P
di kalimantan mbak cova...
maaf tidak disebut...
:P
nama guanya serem..gaya dihas lucu amat itu.
ReplyDelete